Tuesday, December 23, 2014

7 Hal yang Tidak Boleh Dilakukan oleh Seorang Ibu


Surga di bawah telapak kaki ibu. Ungkapan ini memang udah sering kita denger. Apalagi kalau lagi peringatan Hari Ibu kemarin. Nah, di kesempatan kali ini, kami mau membagikan beberapa informasi yang terkait dengan sosok ibu. Lebih khusus, ini adalah pembahasan mengenai ketentuan-ketentuan hukum yang harus diketahui oleh seseorang yang telah atau akan menjadi ibu.
jadi, bagi anda para perempuan yang telah atau akan menjadi ibu, atau sudah memiliki pasangan, dan juga anda para lelaki yang punya pasangan, silakan dicek pembahasan kali ini ya.

1. Jual Beli ASI

Pada dasarnya, setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI eksklusif kepada bayi yang dilahirkannya. Tapi, ini gak berlaku dalam hal terdapat indikasi medis, ibu tidak ada, atau ibu terpisah dari bayi.


Kalau ibu kandung gak bisa kasih ASI ke bayinya, pemberian ASI bisa dilakukan oleh pendonor ASI, tapi salah satu syaratnya: ASI tidak diperjualbelikan. Sayangnya, dasar hukum tentang pemberian ASI eksklusif ini gak ngatur tentang sanksinya apa jika memperjualbelikan ASI.
Selengkapnya tentang pemberian ASI eksklusif silakan Agan cekidot aja artikel ini ya:
Bolehkah ASI diperjualbelikan...?
Perlindungan hukum atas pemberian ASI eksklusif

2. Membuang Bayi


Kalau ngomomngin apa yang ga seharusnya seorang perempuan lakukan ketika jadi ibu, hal yang satu ini harusnya udah disadarin sama semua Ibu di dunia ya, Gan.


Pasal 308 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur ancaman pidana buat para ibu yang membuang bayinya dalam keadaan hidup. Bahasa hukumya sih meninggalkan anaknya dengan maksud untuk melepaskan diri dari bayi tersebut, tidak lama setelah anaknya dilahirkan karena takut akan ketahuan orang lain. 


Ini dia ancaman hukuman maksimal masing-masing bagi Ibu yang membuang bayinya:

- Pidana penjara 2 tahun 9 bulan
- Pidana penjara 3 tahun 9 bulan untuk yang menyebabkan bayi luka berat
- Pidana penjara 4 tahun 6 bulan untuk yang menyebabkan bayi meninggal

Untuk ibu yang membuang bayinya yang sudah dalam keadaan tidak bernyawa juga ada ancamannya. Pasal 181 KUHP meyebutkan “Barang siapa mengubur, menyembunyikan, membawa lari atau menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematian atau kelahirannya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”


Silakan cek link nya disini


3. Kegandrungan Berlebihan Chatting Online


Pada dasarnya perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha esa.



Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan dalam perjalanan perkawinan tersebut, ada hal-hal yang tidak cocok antara suami dan istri tersebut. Hal-hal ini bisa diajukan oleh suami atau istri sebagai dasar meminta perceraian. Pada dasarnya, untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri silakan lihat Pasal 39 ayat [2] UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Apakah “istri suka chatting seharian” dapat dijadikan alasan oleh suami untuk menceraikan istrinya? 

Untuk tahu jawabannya, baca artikel ini


4. Meninggalkan Keluarga, Mengutamakan Karier?


Secara hukum sih memang nggak ada sanksi bagi ibu yang membawa pergi anak karena sedang berantem dengan sang ayah anak tersebut. Sebab, Pasal 330 KUHP hanya dapat dikenakan kepada orang yang membawa pergi anak dari kekuasaan orang yang berhak atas anak tersebut.

Meski nggak ada sanksi pidananya, disaranin agar anak tidak dipisahkan dari orang tuanya ketika orang tuanya sedang berselisih paham. Apalagi kalau nggak ada ancaman yang membahayakan keselamatan sang anak. Cobalah untuk menyelesaikan masalah keluarga secara baik-baik.
Silakan baca sumbernya

5. Membawa Pergi Anak Tanpa Izin Suami


Secara hukum sih memang nggak ada sanksi bagi ibu yang membawa pergi anak karena sedang berantem dengan sang ayah anak tersebut. Sebab, Pasal 330 KUHP hanya dapat dikenakan kepada orang yang membawa pergi anak dari kekuasaan orang yang berhak atas anak tersebut.


Meski nggak ada sanksi pidananya, disaranin agar anak tidak dipisahkan dari orang tuanya ketika orang tuanya sedang berselisih paham. Apalagi kalau nggak ada ancaman yang membahayakan keselamatan sang anak. Cobalah untuk menyelesaikan masalah keluarga secara baik-baik.


Sumber: DISINI


6. Tidak Mengurus Anak


Bagi para ibu yang sedang bertengkar dengan suami, pikirkanlah baik-baik sebelum memutuskan untuk meninggalkan rumah dan anak untuk waktu yang lama. Apalagi sampai tidak mau menengok sang buah hati.

Kalau nekat melakukan itu, sang ibu bisa terancam sanksi pidana penjara maksimal tiga tahun atau denda paling banyak Rp15 juta. Demikian diatur dalam Pasal 49 huruf a UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Ancaman sanksi itu diberlakukan karena secara hukum orang tua punya kewajiban untuk merawat anak. Jadi orang tua tidak boleh menelantarkannya.
Silakan baca sumbernya

7. Tidak Merawat Anak Karena Ingin Kawin Lagi


Pada dasarnya, setiap anak berhak dirawat oleh orang tuanya sendiri. Ketentuan ini dipertegas dalam Pasal 7 UU Perlindungan Anak yang berbunyi:


(1) Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.


(2) Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Lihat versi lengkapnya


Lebih lanjut dikatakan dalam Pasal 14 ayat (1) UU 35/2014 bahwa setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.


jika ibu ingin menikah lagi, maka kewajiban mengasuh anak tetap ada. Ibu dilarang untuk memberikan anaknya untuk dirawat orang lain, selain orang tua kandung anak tersebut (selama masih ada), meskipun itu ialah orang tua dari si ibu itu sendiri (kakek dan/atau nenek si anak). Menjawab pertanyaan Anda, tentu saja ayah kandungnya berhak dan memiliki kuasa asuh atas anak tersebut.



No comments:

Post a Comment