Tuesday, December 23, 2014

6 Kisah ulama soal toleransi beragama dan Natal

Menjelang Natal, umat Islam di Indonesia kerap kali berpolemik soal boleh tidaknya mengucapkan selamat Natal kepada umat Kristiani. Soal ucapan selamat, di kalangan ulama pun beragam pendapatnya. Ada yang boleh dan tidak.

Bagi yang membolehkan pengucapan selamat Natal, alasannya hanya untuk toleransi beragama. Artinya masyarakat menghormati keberadaan agama atau kepercayaan lain yang berbeda.

Sedangkan yang melarang, khawatir mengucapkan selamat Natal bisa mengganggu keyakinan umat Islam. Di sini pro dan kontra terjadi.

Bagaimana para ulama menyikapi pro kontra ini, berikut ini kisah pada ulama soal toleransi dan Natal, berikut rangkumannya :

1. Yusuf Mansur: Saya memilih tak ucapkan selamat Natal

Ustaz kondang Yusuf Mansur bercerita dia bersahabat baik dengan pendeta Gilbert Lumoindong. Bahkan saat Yusuf Mansur ulang tahun, pendeta Gilbert mengucapkan milad kepadanya.



"Pastor Gilbert L dan istrinya ngirim ini (gambar) sebagai ucapan milad ke saya. Beautiful relationship. Thanks," kata Yusuf Mansur dalam akun Twitternya beberapa waktu lalu.

Gambar yang dikirim adalah foto pendeta Gilbert dengan istrinya yang sedang mengucapkan selamat milad pada Yusuf Mansur. Gambar itu kemudian diposting Yusuf Mansur ke akun Twitternya dan Instagram.

Meski berkawan baik dengan pendeta Gilbert, Yusuf Mansur memilih tak mengucapkan selamat Natal saat perayaan nanti. Dia yakin pendeta Gilbert memahami sikapnya.

"Pendeta Gilbert mengerti dan sangat paham. Beliau tahu saya memilih tidak mengucapkan selamat natal. Masih banyak cara dan kami tetap bersaudara," Ujar Yusuf Mansur.

"Saya dengan pendeta-pendeta lain, dari Katolik, Nasrani, juga kawan-kawan Budha, Hindu, antar kami sangat-sangat bersahabat. Kuncinya: komunikasi yang tulus nan ikhlas," imbuhnya.

2. Habib Rizieq: Enggak boleh ganggu orang Kristen

Di tengah polemik boleh tidaknya seorang muslim mengucapkan Selamat Natal dan memakai topi Sinterklas, media sosial sedikit disejukkan oleh sebuah foto yang menampilkan dua pimpinan umat Islam-Kristen sedang bergandengan tangan.

Dia adalah Ketua Umum DPP Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Syihab dan Pemimpin Gereja Bethel Indonesia (GBI) Glow Fellowship Center, Pendeta Gilbert Lumoindong. Foto itu disebar lewat Twitter oleh akun @PastorGilbertL dan @DPP_FPI pada 15 Desember lalu.

Setelah pertemuan Habib Rizieq Syihab dan Pendeta Gilbert Lumoindong, hubungan Front Pembela Islam (FPI) dengan pemimpin Pemimpin Gereja Bethel Indonesia (GBI) Glow Fellowship Center itu makin akrab. Lewat Twitter, FPI bahkan meminta Pendeta Gilbert untuk menyampaikan rekaman suara Habib Rizieq kepada umat Nasrani perihal Natal.

"Pak Pastor ?@PastorGilbertL, tolong sampaikan rekaman (Habib ?@syihabrizieq) ini kpd umat Nasrani," kicau akun @DPP_FPI dengan menautkan link https://t.co/qNFU6DbCtk pada Rabu 17 Desember lalu.

Link yang kemudian di-retweet Pendeta Gilbert itu berisi rekaman suara Habib Rizieq yang menyatakan haram jika orang muslim mengganggu acara Natal. Rekaman suara Habib Rizieq ini seperti dalam sebuah ceramah yang dihadiri sejumlah jemaah. "Kita mengganggu orang Kristen Natalan juga nggak boleh saudara. Nggak boleh! Biarkan mereka merayakan Hari Natal, biarkan mereka bergembira di Hari Natal, biarkan mereka memperingati Hari Natal. Jangan kita ganggu gereja mereka, jangan ganggu acara mereka. Haram kalau kita ganggu mereka," demikian isi rekaman suara Habib Rizieq.

3. Din Syamsuddin (Ketua MUI) : Boleh ucapkan selamat Natal

Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin mengungkapkan tak ada larangan khusus kepada umat Islam untuk memberikan ucapan selamat Natal. Hal itu merupakan ekspresi budaya masyarakat yang hidup berdampingan.

"Kalau sekadar konteks kultural budaya sebagai refleksi persahabatan maka dapat dilakukan dengan berkeyakinan bahwa itu tidak pengaruhi akidah, tapi sesuai dengan keperluan. Kalau tidak perlu ya enggak apa-apa, kalau perlu karena ada sahabat baik ya enggak apa-apa," kata Din di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Selasa (23/12).

Menurutnya, pemaknaan agama Islam tidak sempit dengan melarang menghargai dan menghormati hari besar agama lain. Ucapan selamat dimaksudkan untuk saling menyatakan rasa penghormatan.

"Perayaan Natal meskipun tujuan menghormati Yesus akan tetapi tidak bisa dikaitkan dengan masuk ke akidah," terang dia.

Ucapan selamat Natal yang dilakukan oleh umat Islam sering menjadi polemik di tengah masyarakat. Ada yang membolehkan ada yang tidak.

4. Gus Dur pernah ucapkan selamat Natal

Di tengah sakit yang mendera pada 25 Desember 2009, seperti biasanya Gus Dur masih menyempatkan diri menelepon untuk mengucapkan "selamat Natal dan Tahun Baru", sekaligus menyampaikan salam kepada Romo Kardinal dan teman-teman sejawat lainnya. Demikian tulisan pembuka Romo Antonius Benny Susetyo, Pastor dan Aktivis dalam buku berjudul: Damai Bersama Gus Dur .

"Saya menanyakan kondisi beliau yang oleh beberapa media sudah dikabarkan sakit. Beliau menjawab bahwa dirinya sehat-sehat saja dan saat itu berposisi di kantor PBNU (juga sudah menanyakan sudah makan bubur)," kata Romo Benny yang juga pendiri Setara Institute, itu.

Cerita Romo Benny itu cukup menggambarkan betapa Gus Dur masih teguh memegang prinsip toleransi antar umat beragama di negeri yang majemuk ini. Sikap Gus Dur itu ada baiknya diingat kembali ketika sekarang sedang ribut-ribut mengharamkan umat Islam mengucapkan selamat Natal dan memperingati Tahun Baru Masehi.

Gus Dur pernah menulis artikel di Koran Suara Pembaruan pada 20 Desember 2003 berjudul: Harlah, Natal dan Maulid. Menurut Gus Dur, kata Natal yang menurut arti bahasa sama dengan kata harlah (hari kelahiran), hanya dipakai untuk Nabi Isa al-Masih belaka.

Jadi ia mempunyai arti khusus, lain dari yang digunakan secara umum seperti dalam bidang kedokteran ada istilah perawatan pre-natal yang berarti "perawatan sebelum kelahiran".

Dengan demikian, maksud istilah 'Natal' adalah saat Isa Al-Masih dilahirkan ke dunia oleh 'perawan suci' Maryam. Karena itulah ia memiliki arti tersendiri, yaitu saat kelahiran anak manusia bernama Yesus Kristus untuk menebus dosa manusia.

Sedangkan Maulid, Gus Dur menjelaskan, adalah saat kelahiran Nabi Muhammad SAW. Pertama kali dirayakan kaum Muslimin atas perintah Sultan Shalahuddin al-Ayyubi atau dalam dunia barat dikenal sebagai Saladin, dari Dinasti Mamalik yang berkebangsaan Kurdi. Tujuannya untuk mengobarkan semangat kaum Muslimin, agar menang dalam perang Salib (crusade).

Dia memerintahkan membuat peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad, enam abad setelah Rasulullah wafat. Peristiwa Maulid itu hingga kini masih dirayakan dalam berbagai bentuk, walaupun Dinasti Sa'ud melarangnya di Saudi Arabia. Karya-karya tertulis berbahasa Arab banyak ditulis dalam puisi dan prosa untuk menyambut kelahiran Nabi Muhammad itu.

Dengan demikian, Gus Dur melanjutkan, dua kata (Natal dan Maulid) mempunyai makna khusus, dan tidak bisa disamakan. Dalam bahasa teori Hukum Islam (fiqh) kata Maulid dan Natal adalah "kata yang lebih sempit maksudnya, dari apa yang diucapkan" (yuqlaqu al'am wa yuradu bihi al-khash). Penyebabnya adalah asal-usul istilah tersebut dalam sejarah perkembangan manusia yang beragam. Artinya jelas, Natal dipakai orang-orang Kristiani, sedangkan maulid dipakai orang-orang Islam.

Menurut Gus Dur, Natal dalam kitab suci Alquran disebut sebagai "yauma wulida" (hari kelahiran, yang secara historis oleh para ahli tafsir dijelaskan sebagai hari kelahiran Nabi Isa, seperti terkutip: "kedamaian atas orang yang dilahirkan (hari ini)" (salamun yauma wulid) yang dapat dipakaikan pada beliau atau kepada Nabi Daud. Sebaliknya, firman Allah dalam surat al-Maryam: "Kedamaian atas diriku pada hari kelahiranku" (al-salamu 'alaiyya yauma wulidtu), jelas-jelas menunjuk kepada ucapan Nabi Isa.

Bahwa kemudian Nabi Isa 'dijadikan' Anak Tuhan oleh umat Kristiani, adalah masalah lain lagi. Artinya, secara tidak langsung Natal memang diakui oleh kitab suci al-Qur'an, juga sebagai kata penunjuk hari kelahiran beliau, yang harus dihormati oleh umat Islam juga. Bahwa, hari kelahiran itu memang harus dirayakan dalam bentuk berbeda, atau dalam bentuk yang sama tetapi dengan maksud berbeda, adalah hal yang tidak perlu dipersoalkan.

"Jika penulis (Gus Dur) merayakan Natal adalah penghormatan untuk beliau (Isa) dalam pengertian yang penulis yakini, sebagai Nabi Allah SWT."

5.  Syafii Maarif : Saya sering ucapkan selamat Natal

Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Syafii Maarif mengaku sering mengucapkan selamat Natal pada temannya yang beragama Kristen. Tiap Natal tiba, Syafii Maarif mengucapkan selamat Natal.

Menurutnya, ucapan selamat Natal tak perlu menjadi polemik. Dia menegaskan, ucapan selamat Natal hanya sebagai bentuk kerukunan antar umat beragama.

Buya Syafii berharap, ucapan selamat Natal tidak dikaitkan dengan agama.

6. KH Endang (Koordinator Gerakan Masyarakat Jakarta)

Salah satu pendapat kontra seperti yang disampaikan oleh Koordinator Gerakan Masyarakat  Jakarta KH Endang. “Ulama yang mengizinkan umat Islam mengucapkan selamat Natal harus syahadat lagi,” ujarnya, Selasa (23/12).
Konteksnya, Kiai Endang menyindir mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Syafi’i Maarif dan pengasuh Ponpes Tebuireng KH Salahudin Wahid yang akrab dipanggil Gus Solah.
Pelarangan ucapan selamat Natal, ujarnya, sudah ada dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang dikeluarkan Buya Haji Abdul Malik Karim Amarullah (Hamka) pada 7 Maret 1981. Dalam fatwa itu, umat Islam yang mengucapkan selamat Natal hukumnya haram.
Dalam fatwa tersebut juga berisi larangan penggunaan atribut Natal. Hingga kini pun, fatwa tersebut belum dicabut.

Selain menyuruh syahadat lagi, Ketua Umum MUI Din Syamsuddin dimintanya untuk memperdalam agama Islam lagi. “Tanya ke orang yang mengerti,” katanya.

No comments:

Post a Comment